Minggu, 17 Juni 2012

Pemenang Pertama #SBFictionStory "You're All Of My Life"

Ini dia pemenang pertama #SBFictionStory
Devi Wulandari Anggraeni Tanzil dari Makassar
“ Pagiiiiiiiiiiiiiiiiii!” Sapa Citra ceria.
            “ Pagi, Cit.” Balas Bianca sambil tersenyum.
            “ Pagi!” Balas Dicky ceria.
            “ Btw, Ky, apa maksud lo tadi malam?” Tanya Citra.
            “ Ng, aduh, susah bilangnya! Sebentar aja di sekolah!” Jawab Dicky.
            “ Ada apaan sih?” Tanya Bianca.
            “ Tadi malam, si Dicky nelfon gue, bilang kalau e…”
            “ Nggak kok! Nggak apa-apa, Bianca!” potong Dicky panik.

            Bianca cuma menatap cemburu kedua orang sahabat sekaligus tetangganya sejak kecil itu. Mereka ber-2 itu kenapa sih?! Gue nggak suka Dicky nyimpen rahasia dari gue. Gue ‘kan… suka sama Dicky, batin Bianca.
            Tiba-tiba, Bianca melihat Dicky yang berlumuran darah. Citra cuma menatapnya tenang.
            “ Ca, death is peaceful and easy, life is harder” kata Citra
            Kata-kata itu terus menggema di telinga Bianca. Meskipun Bianca nutup telinga, kata-kata tersebut tetap terdengar.
            “ BERHENTI! STOP! STOP!” Tariak Bianca.
            Namun, kata-kata tersebut tetap tergiang di telinga Bianca. Air mata Bianca mulai mengalir.
            “ STOP! GUE NGGAK MAU LAGI DENGER KATA-KATA ITUUU! BERHENTI!”
BRUUUUUK!
            “ ADUUUUUH!” Erang Bianca sambil membuka mata.
Cuma mimpi, batinnya.
            Bianca lalu berdiri, kemudian berjalan kearah meja belajarnya. Perlahan-lahan, tangannya meraih sebuah bingkai foto. Foto 3 orang dengan 2 cewek dan seorang cowok yang saling berangkulan. Bianca, Citra, dan… Dicky.
            “ Ky, maafin gue. Seandainya gue tau perasaan lo, gue bakal nyuruh Roni nggak nge-bully lo. Kalau gue nggak salah paham sama lo, lo nggak bakalan mati. Maafin gue, Ky…” Tangis Bianca.
            “ Berhenti inget Dicky.”
            “ Cit, lo sejak kapan disini?” Tanya Bianca kaget.
            “ Sejam yang lalu.”
            “ Jam setengah 7?”
            “ Iya. Udah gih, siap-siap. Pacar lo udah jemput lo tuh!”

            Citra lalu keluar dari kamar Bianca. Bianca lalu mandi dan berganti baju. Gue…, nggak bisa ngelupain Dicky…, gumamnya.
Bianca lalu melangkahkan kakinya keluar kamar. Sampai di ruang tamu, dia melihat Bisma, pacarnya, duduk di ruang tamu sedang berbicara dengan ibunya.

            “ Pagi, ma.” Sapa Bianca.
            “ Pagi. Sudah siap?” Tanya mama Bianca.
            “ Iya, ma. Pergi dulu ya. Bis, ayo.” Kata Bianca.
            Mereka ber-2 lalu keluar dari rumah Bianca. Ketika Bianca menoleh ke arah kiri, ia melihat Citra sedang mengeluarkan sepeda dari garasi rumahnya.
            “ Cit, lo mau kemana?” Tanya Bianca.
Citra menoleh ke arah Bianca dan Bisma. Seulas senyum mengembang di wajahnya.
            “ Bunda.” Jawab Citra singkat.
            Bianca melihat ke arah keranjang sepeda Citra yang berwarna merah dan hitam itu. Ada sebuket mawar putih dan sebuket anemone. Citra lalu mengayuh sepedanya meninggalkan Bianca dan Bisma.
            “ Kenapa Bi?” Tanya Bisma.
            “ Citra, membawa 2 buket bunga.” Jawab Bianca pelan.
            “ Lalu?”
            “ Mawar putih dan anemone.”
            “ Anemone?”
            “ Iya.”
            “ Memangnya ada apa dengan bunga itu?”
            “ Mawar putih, adalah bunga kesukaan Almh. Ibunda Citra. Anemone, bunga yang dulu suka dipajang oleh seseorang ketika aku SMP di meja guru, di kamarku, di kamarnya, di kebun rumahnya, dan di tempat lain.”
            “ Siapa?”
Namun, Bianca tidak menjawab pertanyaan Bisma. Dia lalu menaiki mobil Bisma.
            “ Sekarang mau kemana, say?” Tanya Bianca.
            “ Kemana pun yang kamu inginkan!” Jawab Bisma.
            “ Oke, ke kafè aja mau?”
            “ Ayo.”
*****
            Citra memarkirkan sepedanya. Dia lalu mengambil dua buket bunga dari keranjang sepedanya. Ia lalu melangkahkan kakinya ke sebuah makam. Dengan perlahan, ia menaruh buket mawar putih di atas makam itu. Tangannya mengelus nisan makam itu.
            “ Bunda, apa kabar? Hari ini aku bawakan mawar putih favorit bunda.” Katanya pelan, namun ia tak mengeluarkan setetes pun air mata.
            Citra lalu berdiri dan berjalan ke arah sebuah makam lainnya. Ia juga menaruh sebuket bunga anemone di atas makam itu.
            “ Ky, bunga favorit lo tuh! Lo baik-baik aja? Iyalah baik, secara ‘kan…”
            “ Death is peaceful and easy, life is harder.” Potong Reza.
            “ Hai, Rez!” Sapa Citra.
            “ Hai, Cit. Lo ngejenguk Dicky juga?”
            “ Iya, sekalian nyokap gue juga.”
Reza lalu menaruh sebuket bunga agapanthus di atas makam Dicky.
            “ Cit, dulu gue pikir, Dicky itu anaknya banci karena selalu pajang bunga di meja guru, kamar lo, kamar Bianca, dan tempat lainnya. Ternyata itu bermakna ya?”
            “ Ya, alasan Dicky majang bunga anemone di kamar Bianca, karena itu berarti ‘Aku mencintaimu’. Ya, setidaknya dia seorang cowok gentle. Selain itu, bunga agapanthus adalah bunga cinta ‘kan?”
            “ Ya, dia cinta sama Bianca ‘kan? Namun Bianca salam paham dan nggak ngehalangin Roni si pacarnya itu nge-bully Dicky!”
            “ Za, stop! Itu buka salah siapapun. Tapi itu adalah takdir Dicky untuk menemui ajal dalam umur 14 tahun!”
            Citra lalu berlari meninggalkan Reza. Ia lalu mengambil sepedanya dan mengayuhnya pulang ke rumahnya. Senyum Citra mengembang. Lagi-lagi, ia mengerjai Reza.

*****
            Ngapain Citra beli bunga anemone? Dia pengen jenguk Dicky juga?, batin Bianca. Sementara Bisma sedang pergi memesan, pikiran Bianca melayang ke arah bunga yang dibawa Citra.
            “ Bi, kamu kenapa? Sakit?” Tanya Bisma.
            “ Ah, eh, ng… nggak kok! Kok kamu ada disini? Bukannya tadi lagi mesen makanan?”
            “ Usah selesai daritadi. Kamu nggak nyadar yah?”
            “ Emm, sorry. Gue tadi ngelamun.”
            “ Gue?”
            “ Eh, ah, maaf. Aku nggak sengaja.”
            “ Bianca Agatha, tolong jujur, apa ada yang ngeganggu hati kamu sekarang?”
            “ Maaf Bisma, memang ada yang ngeganggu hati aku sekarang, tapi, kamu tidak usah tahu ya.”
            Bisma hanya tersenyum kecil. “ Iya, it’s fine.” Katanya.
            Mereka ber-2 lalu menikmati kencan mereka. Ketika selesai makan, mereka lalu membayar di kasir. Setelah itu, mereka ber-2 lalu jala-jalan di mall.
            Bianca hari ini terlihat aneh. Ada apa dengannya? Dia tidak ceria seperti biasanya. Dia… seperti memandang ke arah lain, batin Bisma.

Esoknya…
            “ Pagi, Bianca!” Sapa Citra.
            “ Pagi, Cit!” Balas Bianca.
            “ Ayo naik. Nanti telat!” Kata Citra sambil menyalakan motornya.
            Bianca lalu menaiki motor Citra. Karena mereka tetanggaan, mereka berangkat bersama. Apabila Dicky masih ada, mereka naik mobil. Namun, sejak Dicky, yah…, mereka naik motor.
            Sesampainya di sekolah, Citra memarkir motornya.
            “ Makasih, ya, Cit!”
            “ Sama-sama, Bi!”
            “ Biancaaaa!” Sapa Bisma sambil memeluk Bianca dari belakang.
            “ Bisma, ini di depan umum tauk!” Kata Bianca dengan wajah memerah.
            “ Nggak apa-apa! Kita ‘kan pacaran!”
Seulas senyum mengembang di wajah Bianca.
Akhirnya dia tersenyum juga, batin Bisma.
            Citra menatap mereka ber-2 sambil tersenyum. Seseorang lalu menepuk pundak Citra.
            “ Cit, lo marah, ya, kemarin?” Tanya Reza.
            “ Mmfh, Hahaha! Kemarin gue ngerjain elo! Wajah lo kocak banget!” Tawa Citra meledak.
            “ Akh! Sialan lo!” Teriak Reza.

*****

            Bianca menatap meja guru di kelasnya. Dulu, ketika SMP, ia selalu melihat vas bunga terisi dengan bunga anemone atau agapanthus. Sekarang di SMA, vas bunga di meja gurunya tidak terisi satupun bunga. Citra yang melihat Bianca, ingin membuat Bianca ceria. Ia lalu berlari ke toko bunga depan sekolahnya dan membeli beberapa tangkai bunga agapanthus. Setelah itu, ia menaruhnya di vas bunga meja gurunya.
            “ Cit, bunga itu…” Kata Bianca.
Citra hanya tersenyum. Pak Arwin lalu memasuki kelas.
            “ Wah, ada bunga agapanthus, setidaknya kelas menjadi cerah!” Kata Pak Arwin.
Pak Arwin lalu duduk di meja guru.
            “ Baik, bapak ingin mengetes kemampuan kalian semua. Masukkan buku kalian, ini ulangan mendadak!”
            Kata-kata Pak Arwin itu disambut teriakan protes anak-anak sekelas, kecuali Citra. Baginya, ulangan tidak ulangan sama saja. Ulangan lalu dimulai. Yang harus dikerjakan adalah 20 soal lengkap dengan caranya. Baru 3 menit ulangan dimulai,
            “ Yang sudah selesai kumpul!” Kata Pak Arwin.
            Citra berdiri dari bangkunya dan mulai mengumpul ulangannya. Bianca cuma menatap heran pada sahabatnya itu.
Citraaa! Lo kok hebat?!, batinnya.
Pak Arwin yang memiliki kecepatan kilat mulai memeriksa ulangan Citra.
            “ Cepat kumpul, nilai 100. Citra Elika Natichia Abigail!” Kata Pak Arwin.

Istirahat…
            Citra mengambil headphone dan iPod-nya dari tas. Kemudian berjalan ke arah pekarangan belakang sekolah. Tempat yang sejuk, tenang, dan sepi. Tempat favorit Citra. Citra lalu membaringkan tubuhnya di atas hamparan rumput di bawah pohon. Ia lalu memasang headphone di telinganya.
            Tadi di kelas sumpek banget! Gue stress! Mendingan bolos pelajaran Bu Bunga saja, deh!, batinnya.
            Citra lalu menutup matanya dan tertidur.

*****

            “ Hm…, kayaknya Citra mau bolos pelajaran Bu Bunga, yah?” Tanya Vika.
            “ Iya. Tadi di kelas dia keliatan stress banget. Pasti mau bolos 2 mata pelajaran!” Jawab Sabrina.
            “ Semua guru ngebiarin dia bolos karena nilainya tetep bagus!” Lanjut Bianca
            “ Hei girls!” Sapa Adam.
            “ Hei!” Sapa ke-3 cewek itu kompak.
            “ Mana Citra?” Tanya Adam.
            “ Nggak tau!” Jawab Bianca.
            “ Oh, OK. Bye!” Kata Adam lalau pergi meninggalkan mereka.
            “ Hai, Bi!” Sapa Bisma sambil duduk di atas meja di depan Bianca.
            “ Hai.” Balas Bianca.
            “ Ng, Citra mana?” Tanya Reza.
            “ Bolos!” Jawab Vika.
            “ Hah?” Tanya Reza bingung.
            “ Dia kayaknya mau bolos pelajaran! Habisnya tadi dia stress gitu di kelas!” Jawab Sabrina.
Reza terdiam. Pikirannya melayang pada seorang cowok yang juga mengincar Citra, Rangga.
            “ Sorry, gue duluan!” Kata Reza sambil berlari meninggalkan mereka.
Sepeninggal Reza, seorang cowok cooldan berpipi tembem, menghampiri mereka ber-4.
            “ Hei, Citra mana?” Tanya Rangga.
            “ Rangga, lo bilang lo suka Citra?” Tanya Vika.
Rangga ngangguk.
            “ Bayangin aja, Reza yang anak kelas lain mencari Citra. Nah lo? Teman sekelasnya nggak tau Citra kenapa? Dia bolos pelajaran Bu Bunga, bego!” Kata Bisma pedes.
            “ Hah?! Gue cari Citra sekarang!”
Rangga lalu berlari meninggalkan Bianca, Bisma, Sabrina dan Vika yang menatap bingung.

*****

Reza dengan nafas ngos-ngosan masih berusaha mencari dimana Citra berada.
            “ Duh, Citra dimana sih? Perasaan gue yang suka dia sejak SMP nggak pernah tau kebiasaannya. Masa itu yang dibilang cinta sih?” Gumam Reza.
Reza lalu mencari Citra di gedung SMP (SMP, dan SMA digabung). Bukannya menemukan Citra, ia malah dikerubungi oleh siswi SMP yang nge-fans sama Reza.
            “ Kak, kakak ngapain ke SMP?” Tanya salah satu siswi.
            “ Gue nyari Citra!” Jawab Reza.
            Reza lalu menerobos kerumunan siswi itu. Ia lalu berlari mengelilingi SMP, tapi Reza sama sekali tidak menemukan tanda-tanda adanya Citra disana. Ia lalu berlari ke kantin untuk mencari 2 orang adiknya.
            “ Eh, ngapain lo ke SMP, Za? Nilai lo turun?” Tanya Ilham, adik Reza yang masih kelas IX.
            “ Heh? Turun? Enak aja lo! Gue anak X-1! Kelas unggulan!” Jawab Reza ngaco.
            “ X-1? Kalau gitu kenapa Kak Citra yang memiliki IQ jauh di atas lo masuk kelas X-2? Lo mau cari Kak Citra ‘kan? Dia nggak ada!” Sahut Fany, adik Reza dan Ilham yang masih kelas VII.
            “ Lho? Jadi dia dimana?” Tanya Reza bingung.
Ilham dan Fany diem. Lalu mereka ber-2 bersamaan menjitak kepala Reza.
            “ Heh! Lo udah hampir 4 tahun suka sama Kak Citra nggak tau kebiasaannya? Dia bolos pelajaran karena capek!” Kata Ilham.
            “ Tempatnya pasti di tempat yang tenang dan sejuk!” Lanjut Fany.
            “ Dan nggak mungkin dia di SMP padahal tempatnya ribut!” Kata Ilham dan Fany barengan.
Reza lalu teringat sebuah tempat.
            “ Dasar kompak! Oke, gue ke SMA dulu yah!” Kata Reza sambil berlari ke meninggalkan ke-2 adiknya itu.
            Gue bakal bunuh tuh 2 orang! Pake acara ngejitaknya sakit lagi! Eh, tapi mereka ngasih info tentang Citra. Nggak jadi deh!, batin Reza sambil mengusap kepalanya.

*****

            “ Eh, aku balik ke kelas dulu, yah. Kalau misalnya Reza nyari, bilang aja aku ada dikelas!” Kata Bisma.
            “ Iya.” Balas Bianca.
Bisma lalu berlari meninggalkan kelas Bianca.
            “ Hhhft….” Bianca menghela nafas panjang.
            “ Ca, lo ngapain hela nafas panjang?” Tanya Vika.
            “ Uh oh. Gue tau.” Sahut Sabrina.
            “ Yah, lo benar Na. Gue mulai bosen sama si Bisma. Gue mau mutusin dia nanti!” Ucap Bianca santai.
            “ Gila lo! Bisma itu mantan lo yang keberapa?” Tanya Vika kaget.
            “ Hmm, kalau gue putusin, dia nanti jadi mantan gue yang ke-15!” Jawab Bianca.
            “ Hah? Gue aja baru 1. Nah lo? 14 mantan?!” Sabrina shock.
            “ Gue nggak punya mantan sama sekali. Gue masih setia sama Rafael. Yah, Bianca dan Citra ‘kan rebutan para cowok.” Kata Vika.
            “ Hehehe…” Bianca nyengir.
            “ Eh, lo ber-2 sahabatan tapi beda 180. Kalo lo orangnya feminin, benci olahraga, nggak suka belajar, hobi gonta-ganti pacar. Citra orangnya tomboy, nggak suka make up dan pake baju cewek, pendiam, pintar, cool, dan pacar? Boro-boro gonta-ganti pacar, suka sama cowok aja nggak pernah!” Kata Sabrina.
            “ Ya, dia introver banget. Gue yang sudah sahabatan sama dia selama 15 tahun masih nggak bisa baca pikirannya!” Sahut Citra.
            “ Padahal dulu waktu kelas 1 SMP dia ceria banget. Tapi sejak kematian…, yah, kalian taulah, dia menjadi introver dan pendiam. Tapi justru karena itu banyak cowok suka sama dia!” Kata Vika.

*****

            Reza semakin mendekat ke pekarangan belakang sekolah. Ketika baru saja dia sampai di pekarangan belakang sekolah,
KRIIIIIIIIING!!!
            “ Akh! Sialan!” Kata Reza.
Reza lalu berbalik arah dan berlari menuju kelasnya. Begitu juga dengan Rangga yang baru saja ingin pergi ke arah SMP, ia lalu berbalik arah pergi ke kelasnya.

*****

Citra membuka matanya perlahan. Kemudian mengambil posisi duduk.
            “ Huh, sampai kapan mereka mau nguber-nguber gue?” Gumamnya.
            Citra lalu menekuk lututnya dan memeluknya. Ia lalu termenung sesaat. Dalam pikirannya terbayang wajah seorang wanita, ibunya.
            “ Hfft, gue sudah lupa. Gue sudah lupa. Sejak ayah mengkhianati ibu. Sejak ayah menikahi wanita lain ketika ibu sudah meninggal. Sejak ayah menikahi… sahabat ibu sendiri. Gue lupa cara untuk menangis. Bahkan, gue nggak bisa netesin air mata gue demi Dicky. Tapi, menangisi orang yang sudah mati itu nggak baik ‘kan? Huuft…,” Citra menatap langit.
            Citra lalu mencari lagu di iPod-nya. Pilihannya jatuh pada lagu Marcell yang berjudul Firasat.
            “ Kemarin… kulihat awan membentuk wajahmu. Desah angin meniupkan namamu…, tubuhku terpaku semalam. Bulan sabit melengkungkan senyummu… tabur bintang serupa kilau auramu, aku pun sadari, ku segera berlari…” Citra menghentikan nyanyiannya.
            “ Heh! Lo bolos yah?” Tanya seorang cowok.
            “ Kakak? Kakak nggak kuliah?” Tanya Citra pada kakaknya, Morgan.
            “ Belum waktunya.” Morgan lalu duduk di samping adiknya.
            “ Kakak tau darimana gue disini?”
            “ Kakak sebenarnya tadi lewat disini, lalu denger suara nyanyian. Suara merdu dan lagu yang dinyanyikan, siapa lagi kalau bukan elo?”
            “ Oooh, lalu kakak ngapain ke sini?”
            “ Nih!”
Morgan lalu memberikan sebuah kantong. Mata Citra berbinar melihatnya.
            “ Horeeeee! Sweet or Sweets! Kakak dapat darimana?” Tanya Citra sambil menerima kantong itu.
            “ Dari temen kakak. Dia habis dari Jepang kemarin. Lalu dia beli semua menu di Sweet or Sweets. Dia belinya buat oleh-oleh. Selain itu, menu dari toko itu tahan lama ‘kan? Makan aja! Kakak sudah makan bagian kakak!” Jawab Morgan.
Citra lalu membuka kantongan itu. Dia semakin senang.
            “ Wow, sus double wheez, chocolate cheese croissant, duble choco parfait, caramel pudding, cheese waffle, dan sweet brownies!” Kata Citra menyebutkan semua yang ada dalam kantongan itu.
            Sebagai seorang pencinta makanan manis (tapi nggak pernah gendut karena Citra hobi olahraga), Citra bisa menghabiskan semuanya dalam waktu yang agak cepat. Morgan yang juga pencinta makanan manis, menyomot-nyomot milik Citra. Citra sama sekali nggak keberatan.
            “ Eh, gue sebel banget sama si Eriana!” Kata Morgan.
Mendengar nama kakak tirinya yang lebih tua dari Morgan itu disebut, raut wajah Citra berubah. Dia memang tidak suka apabila ada yang menyebut nama ayah, kakak ataupun ibu tirinya itu.
            “ Dia kenapa?”
            “ Dia seenaknya masuk-masuk kamar gue dan ngeliat-liat laptop gue. Ketika gue masuk kamar gue, gue nanya ke dia ‘ngapain lo liat-liat laptop gue?’, trus dia jawab ‘nggak apa-apa kan. Lo kan adik gue’. Ugh! Gue nggak suka dia gitu!”
            “ Heh! Dia maunya apa sih? Nggak puas apa? Dia ‘kan udah dapat kasih sayang ayah sehingga kita nggak diperhantikan!”
            “ Sabar, Cit. Lo tenang aja!”

*****

Minggu…
            Di rumah hanya ada Citra dan Morgan. Ayah, mama (panggilan Citra dan Morgan untuk ibu tirinya), dan Eriana sedang pergi berjalan-jalan. Tapi mereka ber-2 justru senang. Citra dan Morgan setuju untuk membereskan gudang yang berada di lantai 4 rumahnya.
            Morgan menarik sebuah kain yang menutupi sebuah lemari. Mereka lalu terbatuk-batuk karena debu yang memenuhi ruangan.
            “ Wow! Uhuk! Uhuk!” Citra terbatuk-batuk.
            “ Yap, lanjut!” Kata Morgan semangat.
            Mereka lalu membersihkan gudang itu. Mencari barang yang masih bisa digunakan. Nantinya mereka akan menaruhnya di kardus lalu akan menyumbangkannya ke panti asuhan.
            “ Sialan yah 3 orang itu! Begitu punya barang yang baru, yang lama dilupain!” Kata Morgan begitu melihat sebuah laptop yang masih sangat bagus (dulunya) milik Eriana.
            “ Sumbangkan saja!” Balas Citra sambil mengangkat tumpukan barang-barang yang masih sangat berguna.
            Citra lalu menaruh tumpukan barang-barang itu dalam kardus. Ia lalu berjalan ke arah sebuah lemari dan membukanya. Sebuah bingkai foto terjatuh, dengan sigap Citra menangkapnya.
            “ Kak, liat!”
Morgan lalu menoleh dan melihat bingkai foto yang dipegang Citra.
            “ Lo dapat darimana foto itu?” Tanya Morgan
            Citra lalu menunjuk lemari yang berada di belakangnya.
Morgan lalu berjalan ke arah lemari itu. Ia lalu melihat isi lemari itu. Ada puluhan buku album disitu. Citra lalu ingin melakukan sesuatu setelah menyumbang barang-barang itu ke panti asuhan.
            Citra lalu berjalan-jalan ke seluruh gudang. Ia lalu menemukan puluhan kanvas putih dan alat lukis.
            “ Cit, jangan-jangan lo mau...” Morgan ngegantungin kalimatnya.
            “ Iya!” Ucap Citra.

            Mereka lalu segera membereskan barang-barang di gudang. Akhirnya terkumpul 5 buah kardus yang cukup besar untuk 5 panti asuhan yang berbeda. Morgan lalu mengangkat kardus-kardus itu ke lantai 1. Sementara Citra membawa puluhan album itu ke kamarnya di lantai 2. Setelah itu naik lagi dan membawa peralatan lukis itu ke kamarnya. Kemudian naik lagi dan membawa puluhan kanvas putih ke kamarnya. Setelah itu ia lalu mengganti baju, ngambil dompet dan HP, lalu turun ke lantai 1 di garasi menemui Morgan. Tak lupa, ia mengambil sebuah map yang berisi beberapa lembar kertas.
            “ Udah siap?” Tanya Morgan.
Citra ngangguk. Ia lalu membantu Morgan memasukkan 5 kardus itu ke bagasi mobil. Ketika mobil Morgan baru saja keluar dari garasi, Citra dan Morgan melihat Bisma dan Bianca yang menaiki mobil Bisma.
            Mereka lalu pergi ke panti asuhan. Citra dan Morgan juga menyumbangkan uang untuk anak-anak panti asuhan itu masing-masing. Mereka ber-2 memang senang melihat orang lain tersenyum atas perbuatan mereka.
            “ Panti asuhan yang terakhir di bagian mana?” Tanya Morgan.
            “ Hmm…, di pertigaan belok kiri, lalu belok kanan di belokan pertama, kemudian berhenti dan parkir mobil. Kemudian kita masuk lorong disitu!” Jawab Citra.
Morgan lalu mengarahkan mobilnya sesuai yang dikatakan oleh Citra. Ketika sampai di depan lorong yang agak sempit dan cuma bisa dilewati oleh motor dan pejalan kaki, Morgan memarkir mobilnya.
            “ Lo tau darimana panti asuhan terpencil gini?” Tanya Morgan bingung.
            “ Dari bunda. Kita kasih uangnya 3 kali lipat dari yang biasanya. Selain itu, map ini berisi surat pindah. Mereka harus berpindah tempat dari lorong ini, gue sudah cari sebuah rumah kosong berlantai 2 yang layak ditempati!” Jawab Citra.
            Morgan lalu mengeluarkan kardus terakhir dari bagasi mobilnya. Citra merogoh dompetnya mengeluarkan puluhan lembar uang seratus ribu, ia juga mengambil map itu. Mereka ber-2 lalu berjalan memasuki lorong itu. Ketika sampai, mata Morgan terbelalak melihat panti asuhan itu. Wanita pemilik panti asuhan itu lalu memeluk Citra.
            “ Citra, kamu sudah besar ya!” Ujar wanita itu begitu melepaskan pelukannya.
            “ Iya tante Katrin. Ini Morgan tante, anak pertama!” Kata Citra sambil memperkenalkan Morgan.
Tante Katrin menatap Morgan. Ia lalu mengelus pipi Morgan pelan.
            “ Dia mirip, mirip dengan Rena…” Kata Tante Katrin pelan.
            “ Maksud tante? Tante kenal dengan bunda?” Tanya Morgan.
            “ Iya, tante kenal dengan Risa Elika Natichia Abigail, atau setelah menikah, Risa Elika Nathicia Setiawan.” Jawab Tante Katrin.
            “ Kak, Tante Katrin adalah salah satu sahabat bunda!” Ujar Citra.
            “ Ada apa kalian kemari?” Tanya Tante Katrin.
            Morgan lalu menurunkan kardus yang dibawanya. Citra juga menaruh puluhan lembar uang seratus ribu itu di atas kardus itu. Sekitar 18 anak kecil, yang rata-rata berusia 3 sampai 12 tahun, membuka kardus itu. Morgan lalu berjongkok dan menggendong seorang anak perempuan yang baru berusia sekitar 3 tahun.
            “ Ini kegiatan kami setiap sebulan. Memberikan sumbangan pada 5 panti asuhan yang berbeda. Ini, sumbangan untuk panti asuhan Tante Katrin, dan tolong tanda tangan berkas-berkas dalam map ini.” Jawab Citra sambil memberikan map itu pada Tante Katrin.
            “ Apa ini?” Tanya Tante Katrin sambil menerima map itu.
            “ Tolong tanda tangani semua berkas yang ada dalam map itu. Saya telah membeli sebuah rumah untuk panti asuhan tante. Lingkungan disini terlalu buruk dan dapat mengganggu pertumbuhan anak-anak disini!” Jawab Citra.
            Tante Katrin menangis mendengar ucapan Citra. ia bagai melihat sosok Rena, ibunda Citra, berdiri di depannya.
            “ Ibunda, mengapa ibunda menangis?” Tanya seorang anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun.
            “ Ibunda melihat malaikat di depan ibunda!” Jawab Tante Katrin.
Anak laki-laki itu lalu memeluk Citra.
            “ Makasih, kakak menjadi malaikat untuk ibunda!” Ujar anak itu.
            Citra mengelus kepala anak itu pelan. Setelah Tante Katrin agak tenang, ia lalu menanda tangani semua berkas yang ada di map itu. Mereka akan berencana pindah besok.
            “ Gila ya, lo! Lo emang adik gue yang terhebat!” Kata Morgan begitu mereka memasuki mobil.
            “ Hehe…” Citra hanya nyengir.

*****

Mobil Bisma berhenti di depan rumah Bianca.
            “ Iya, sampai ketemu besok di sekolah!” Balas Bisma.
            “ Em, Bisma, sorry, sebelumnya!” Ucap Bianca.
            “ Kita putus.”
Bianca lalu keluar dari mobil Bisma.

            “ Tunggu, kenapa gitu?”
            “ Kenapa? Lo terlalu baik!”
            Bianca lalu memasuki rumahnya sementara Bisma masih terdiam kaget, shock! Ia lalu tersadar dari lamunannya kemudian mengemudikan mobilnya pelan dengan keadaan murung.
            Bianca membanting tubuhnya di atas tempat tidur.
            “ Huh! Gue bosan dengan Bisma, tapi gue masih suka sama dia. Biarin aja, deh! Perbuatan gue juga nggak salah!” Ucap Bianca.

*****

            “ Mana Citra?” Tanya ayah Citra pada Morgan ketika sedang makan malam.
            “ Di kamarnya!” Jawab Morgan singkat sambil menyantap suapan terakhirnya.
            “ Dia nggak makan?” Tanya mama tiri CiMo (Citra Morgan).
            “ Nggak, dia lagi males makan.” Jawab Morgan setelah menelan suapan terakhirnya.
            “ Memangnya dia ngapain di atas?” Tanya Eriana.
Morgan cuma ngangkat bahu sambil meneguk minumannya.
            “ Tolong suruh dia makan!” Kata ayah CiMo.
Morgan berdiri dari kursinya.
            “ Tumben perhatian!” Balas Morgan sinis lalu berjalan ke arah tangga dan menaikinya.
Sementara ayah CiMo cuma menatap Morgan dengan bingung.

*****

Sret. Sret. Sret.
            Begitulah bunyi yang dikeluarkan kuas Citra ketika bergerak di atas kanvas putih.
            “ Lukisan ke-27 selesai!” Ujar Citra.
            Pilihannya lalu jatuh pada sebuah foto. Ia langsung melukiskannya tanpa membuat sketsanya terlebih dahulu.
            “ Itu lukisan ke berapa?”
            Citra menoleh dan melihat Morgan memasuki kamarnya.
            “ Baru yang ke-28!” Jawab Citra.
Citra lalu melanjutkan lukisannya. Butuh waktu sekitar 7 menit baginya untuk menyelesaikan 1 lukisan.
            “ Hei, lo kenapa suka banget ngikat rambut lo? Tidur aja lo ngikat rambut. Mandi aja lo juga ngikat rambut, nggak peduli ikat rambut lo basah! Tinggal nyisir rambut, lalu ganti ikat rambut. Padahal dulu waktu lo masih umur 7 tahun lo selalu urai rambut!” Kata Morgan.
            “ Kalau gue urai rambut gue, kepala gue langsung memutar kejadian ketika bunda kecelakaan dan mati di tempat. Gue pasti langsung nangis. Gue nggak pengen membuat bunda nggak tenang di atas. Jalau gue urai rambut gue, gue langsung inget cara untuk nangis, ngebuat bunda dan Dicky nggak nyaman diatas.” Kata Citra sambil mengganti kanvas.
            “ Cit, seorang wanita harus mengeluarkan air mata untuk mengeluarkan beban yang ada dalam dirinya dalam bentuk tetesan air.”
            Morgan kagum melihat ketegaran adiknya itu. Ia merasa beruntung memiliki adik seperti Citra. Tapi, ia merasa sedih setelah mengetahui kenyataan yang ada dalam selembar kertas yang dia dan Citra baca ketika bundanya meninggal, dan tidak dipedulikan oleh ayahnya, apalagi ibu tirinya dan Eriana.
            “ Citra, lo nggak ngerasa takut?” Tanya Morgan sembari melihat lemabarn demi lembaran dalah satu dari puluhan album yang diambil Citra dari gudang.
            “ Takut soal apa?”
            “ Yaah…, soal kertas itu. Kertas yang kita ambil dan kita baca di tas bunda ketika beliau meninggal!”
            “ Nggak kok! Semua manusia pasti menghadapinya. Untuk apa takut?”
            “ Lo adik gue yang terbaik.”
            “ Sekarang lukisan yang ke-29!”
            “ Buset dah! Cepet amat lo kerjanya!”
            “ Hehe…, gue ‘kan hebat!”
            “ Cit, gue minta dilukisin juga dong!”
            “ Pilih aja fotonya!”
Morgan lalu memilih sebuah foto dari album yang dilihatnya.
            “ Ini! Yang ini!” Ucapnya sambil menunjuk sebuah foto.
            “ Hmm, lo hebat juga, ya! Emangnya lo tau ini siapa? Apa alasan lo milih foto ini?” Tanya Citra.
            “ Ini bunda saat dia berumur 5 tahun. Alasan gue, yah, karena lukisan lo semua lukisan saat bunda udah dewasa. Gue pilihnya saat dia kecil aja!” Jawab Morgan.
Mata Morgan lalu melihat ke meja belajar Citra.
            “ Cit, lo habis kerja PR Matematika, Kimia, Geologi, dan Agama? Bukannya kemarin udah?” Tanya Morgan.
            “ Bukan, gue habis nyatet materi yang kemungkinan diajarin besok. Gue males nyatet lagi!” Jawab Citra lalu mengganti kanvas dan meljkis foto yang dipilih Morgan.
            “ Dasar!” Ujar Morgan.
            Citra lalu cuma nyengir. Mereka ber-2 menghabiskan malam itu dengan 35 lukisan bunda CiMo yang dilukis Citra.

*****

Esoknya…
            “ Huuft, capek gue…” Ujar Bianca.
            “ Iya, kaki gue pegel nih! Padahal minggu lalu nggak upacara!” Lanjut Chaca.
Citra cuma duduk termenung dengan tangan kirinya berada di dagunya.
            “ Citra, nyontek PR lo dong!” Kata Fauzan.
Citra lalu memberikan buku tugas matematikanya pada Fauzan. Fauzan menerimanya dan segera menyalin PR Citra. Citra lalu mengambil buku catatan dari tasnya dan sebuah pulpen. Ia lalu mulai menuliskan kata-kata dalam buku itu, itulah kebiasaannya, menulis kata-kata. Meskipun ia seorang gadis yang tomboy dan cuek soal cinta, dia juga merupakan seorang cewek yang jago merangkai kata-kata. Terkadang kata-kata yang ia tulis bertema cinta, biasanya apabila teman yang cewek curhat sama dia masalah cinta, ia akan langsung menunjukkan kata-kata bertema cinta di buku itu.

-Why am I so afraid to lose you, when you are not even mine?
-I love you not for what you are. But for what I am when I am with you.
-You can’t start the next chapter of your life if you keep re-reading the last one.
-You know what really sucks about falling for a guy you know you’re not right for? You fall anyway because you think he might turn out to be different.
-Dream as if you’ll live forever. Life as if you’ll die tomorrow.
-You brought colors in my life.
-If love was a storybook, we’d meet on the very first page.

Citra lalu berhenti menulis begitu melihat Fira duduk di depannya.
            “ Kenapa?” Tanya Citra.
            “ Maaf ganggu lo. Gue boleh curhat?”
Citra senyum, ngebuat anak cowok sekelas terpesona melihat senyumannya.
            “ Gue gagal dalam tes masuk pemandu sorak untuk yang ke -7 kalinya. Gagal masuk klub drama, klub tari juga. Mereka bilang gue nggak cocok. Padahal itu mimpi gue! Gue merasa gagal. Gue nggak punya tujuan lagi!” Kata Fira.
            Citra lalu membolak-balik buku catatannya. Fira menunggu. Setelah itu, Citra menunjukkan salah satu tulisannya pada Fira:

-You are never too old to set another goal or to dream a new dream.
Kamu tidak pernah tua untuk mencari tujuan baru atau memimpikan mimpi baru.

Fira membacanya lalu menatap Citra.
            “ Cobalah mencari tujuan lain. Jangan pikirkan 3 hal itu lagi. Carilah hal yang baru!” Kata Citra.
            “ Makasih, Cit!” Ujar Fira lalu kembali ke bangkunya.
Citra lalu memasukkan buku catatan juga pulpennya dalam tasnya. Lalu ada pengumuman yang mengatakan bahwa semua guru sedang rapat sehingga murid-murid bebas sampai jam istirahat.
            “ Citra, ke kantin yuk!” Ajak Bianca.
            “ Nggak deh. Males. Lo sama Veronnie aja, atau Missy, atau Cheela, atau Dina, atau Vika, atau Sabrina, atau yang lainnya!” Kata Citra.
            Citra lalu mengambil sebuah buku tebal dari tasnya juga headphone dan iPod-nya. Dia lalu menuju pekarangan belakang sekolah.
            “ Uh! Dia sahabat yang menyebalkan!” Ujar Bianca ketika Citra sudah menjauh.
            “ Lalu kenapa masih lo temenin?” Tanya Veronnie sambil menyisir rambutnya.
            “ Iya! Iya! Kenapa?” Tanya Missy dan Cheela kompak.
            “ Kepintarannya ‘kan, bisa dimanfaatin buat kerja PR, kerja soal, dan terkadang ulangan!” Jawab Bianca sambil mengibaskan rambutnya.

*****

            Citra duduk bersandar di batang pohon pekarangan belakang sekolah. Dia membaca juga mendengar lagu. Ia memilih membaca dan tidur disana. Dia membaca buku setebal 4324 halaman yang berisi kumpulan lukisan-lukisan dari pelukis terkenal. Citra bercita-cita menjadi seorang pelukis.
            Saat Citra sedang tenang-tenangnya baca buku, seorang cowok lalu menghampirinya dan duduk di hadapannya. Citra lalu nutup bukunya, ngelepas headphone-nya, lalu natap cowok yang ada di depannya.
            “ Kenapa, Bisma? Putus? Udah gue duga!” Ujar Citra.
            “ Iya, padahal gue masih cinta sama Bianca! Aaargh! Hancur hati gue!”
Citra lalu ngusap-ngusap kepala Bisma.
            “ Sabar aja!”
            “ Hei, jangan perlakuin gue seperti anjing dong!”
            “ Sorry, hahahaha!”
            “ Eh, lo nggak apa-apa nutup buku itu langsung? Nggak batasin dulu?”
            “ Nggak, gue ingat kok. Tadi gue baca halaman 236, lukisan Starry Night karya Vincent Van Gogh!”
            “ Dasar! Bianca tau nggak, kalau gue itu sepupu tiri lo?”
Bisma satu-satunya anggota dari keluarga bagian tiri, yang berhubungan baik dengan CiMo.
            “ Nggak! Dia nggak peduli!”
            “ Hah? Dia nggak peduli sama sekali?”
            “ Iya. Dia itu hanya mementingkan diri sendiri. Yah, ketika sahabat kita yang satunya meninggal, dia baru mementingkannya, sudah itu? Nggak peduli lagi!”
            “ Kalau gitu kenapa lo masih sahabatan sama dia?”
            “ Dia cuma manfaatin kepintaran gue, tapi dari itulah gue yakin dia butuh gue. Meskipun untuk kepentingannya sendiri!”
            “ Lo orang yang baik!”
            “ Makasih!”
            “ Gue seneng punya sepupu kayak lo, lo baik!”
            “ Makasih!”
            “ Lo juga pengertian sama orang lain!”
            “ Makasih!”
            “ Ada jawaban lain?”
            “ Nggak ada!”
            “ Gedubrak!”

*****

            Bianca, Veronnie, Missy, dan Cheela lalu berjalan ke arah kantin. Di tengah jalan, mereka berhenti. Mereka lalu berjalan ke arah sebuah gerbang kecil untuk jalan ke pekarangan belakang sekolah. Cheela membuka sedikit gerbang itu. Mereka ber-4 lalu mengintip apa yang dilakukan Citra. Bianca kaget melihat Bisma dan Citra sedang berbicara, bahkan tertawa bersama. Bianca lalu pergi menuju kantin, diikuti Veronnie, Missy, dan Cheela.
            “ Ca, lo kenapa?” Tanya Cheela.
            “ Gue mutusin Bisma, dan masih suka sama dia! Sialan si Citra. Di luarnya bilang nggak pernah suka sama cowok, dalamnya cinta sama Bisma! Sahabat macam apa itu?!” Geram Bianca.
            “ Ya sudah, bikin aja dia tau rasa!” Sahut Missy.
            “ Iya, balas dendam ke dia! Bikin dia sakit hati!” Dukung Veronnie.
Sebuah ide lalu muncul di kepala Bianca.
            “ Gue tau!” Ucap Bianca.
            Bianca lalu memberitahukan idenya pada Veronnie, Cheela, dan Missy. Mereka ber-3 mendukung ide Bianca.

*****

            Citra mana ya?, gumam Reza.
            Dia lalu menuju pekarangan belakang sekolah, begitu pula Rangga. Mereka ber-2 kaget melihat Bisma sedang berbicara dengan Citra. Padahal mereka ber-2 dikacangin mati-matian sama Citra!
            “ Hei, lo ber-2 ngapain disini?” Tanya Reza dan Rangga emosi.
            “ Cuma cerita! Emanya kenapa?” Tanya Bisma.
            “ Uh, hei, kami sudah mendaftar duluan! Jadi ngantri dulu dong!” Jawab Rangga.
            “ Heh kucrut! Bisma ini sepupu gue!” Sahut Citra pedes.
            “ Hah? Demi apa lo?” Tanya Reza.
            “ Iya. Dia sepupu dari mama gue!” Jawab Citra.
            “ Mama lo? Hubungan elo baik?” Tanya Rangga.
            “ Iya!” Jawab Bisma.

*****

BRAK!
Bianca menggebrak meja Citra. Membuat perhatian anak-anak sekelas menuju ke mereka ber-2.
            “ Ada apa?” Tanya Citra datar.
            “ Lo… Lo ngapain tadi sama Bisma?” Tanya Bianca emosi.
            “ Ih, Bi, lo kenapa sih? Kok emosian gitu?”
            “ Udah! Lo tuh, ya! Diluar bilangnya nggak suka sama cowok, dalamnya naksir sama Bisma!”
            “ Apa?!”
            “ Alah, nggak usah ngelak! Tadi gue liat lo ketawa bareng sama Bisma. Bisa aja ya, gue nganggep lo sebagai sahabat! Padahal dalamnya lo munafik!”
            “ Tunggu, Bianca!”
            “ Apa? Lo mau ngelak? Percuma! Lo pengkhianat! Jangan anggap gue sahabat elo lagi!”
Bianca lalu pergi dari hadapan Citra menuju Veronnie and the gank. Mereka ber-4 lalau keluar dari kelas.

*****

Citra membanting tasnya. Dia lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
            “ Bianca, lo salah paham…” Gumam Citra pelan.
Citra lalu mengganti seragamnya menjadi celana pendek dan kaos jogger yang longgar di badannya. Dia lalu berlari menuruni tangga rumahnya, mengambil sepedanya dan mengayuhnya ke makam bundanya dan Dicky.
            “ Ky, gue stress! Bianca salah paham! Dia kira gue naksir sama Bisma, padahal dia sepupu tiri gue!” Kata Citra begitu sampai di makam Dicky.
Beginilah kebiasaan Citra. Curhat ke Dicky atau bundanya, di makam mereka.
            Setelah agak lama di pemakaman, Citra lalu mengayuh sepedanya pulang ke rumah, apalagi gerimis. Ketika Citra sampai di rumahnya, gerimis menjadi deras. Citra melihat di garasi mobilnya ada BMW hitam, berarti ayah CiMo sudah pulang.
            Citra lalu memasuki rumahnya. Dia melihat ayahnya baru saja turun tangga dengan Morgan mengikutinya. Begitu melihat Citra, ayahnya lalu menatap Citra dengan sinis.
            “ Citra, ayah nggak setuju kamu menjadi seorang pelukis!” Ujar ayah CiMo.
            “ Apa?!” Citra shock.
            “ Iya, ayah tidak mau kamu menjadi pelukis gelandangan di jalanan! Ayah mau kamu menjadi seorang pengusaha!” Kata Ayah CiMo.
            “ Tidak! Kenapa ayah melarangku menjadi seorang pelukis?” Tanya Citra emosi.
            “ Ini semua demi kebaikanmu!” Jawab ayah CiMo.
Emosi Citra semakin meningkat.
            “ Kebaikan? Demi kebaikanku?!”
            “ Citra, jangan!” Cegat Morgan.
            “ Kalau memang semua demi kebaikanku, apa dengan menikahi wanita lain setelah ibu meninggal demi kebaikanku?!”
            “ Hei! Jaga mulutmu!” Bentak ACM (daripada nyebutnya Ayah CiMo terus, mending singkat aja jadi ACM).
            “ Nggak! Nggak bisa! Aku dan Kak Morgan udah nahan perasaan! Sekarang, aku pengen nanya, apakah ayah memperhatikanku? ayah Cuma merelakan waktu untuk mama dan kak Eriana! Waktu untuk aku dan Kak Morgan mana? Selama 8 tahun ini, dari aku berumur 7 tahun, hingga sekarang berumur 15 tahun, ayah pernah memberi kasih sayang padaku dan Kak Morgan?! Ayah mengkhianati perasaan ibu yang mencintai ayah apa adanya dengan menikahi sahabatnya sendiri!” Balas Citra.
Plak!
            Citra memegang pipinya yang ditampar oleh ACM. Dia lalu berlari keluar rumah. Tidak peduli dengan bajunya yang basah, derasnya hujan, dan orang yang meliriknya. Dia tersakiti sekarang. Hatinya seperti ditusuk oleh puluhan pisau berkarat yang menyakitkan.
Citra lalu berhenti berlari. Dia melihat sekeliling. Dia berada di sebuah tanah kosong.
            Ini ‘kan…, daerah rumah Rafael, batin Citra.
Citra menyadari bahwa dia tekah berlari sejauh 1,5 kilometer. Dia tidak peduli. Dia lalu berdiri termenung di lapangan itu.

*****

            Rafael memarkir mobilnya di garasi. Hatinya senang karena baru saja berkencan dengan Vika. Ketika ia keluar dari mobilnya, dia melihat seorang cewek yang menguncir rambutnya di tengah tanah kosong di tengah hujan.
            “ Lho? Ngapain tuh cewek?” Tanya Rafael.
            Rafael lalu menyipitkan matanya, ia lalu tersentak. Dia lalu mengambil HP-nya dan menelfon Morgan.
            “ Halo? Ada apa, Raf? Gue lagi nyari Citra, jangan ganggu dong!” Ujar Morgan.
            “ Itu kak! Citra ada di tanah kosong dekat rumah gue!” Kata Rafael.
            “ Hah? Oke, makasih! Pastiin Citra masih disana!” Morgan lalu mematikan HP-nya kemudian mengemudiakan mobilnya menuju rumah Rafael.

*****

            Citra termenung di bawah tetesan hujan. Air hujan lalu tidak mengenainya lagi. Dia menoleh dan melihat Morgan menatapnya sedih, sambil megang paying dong! Citra lalu memeluk kakaknya, tapi dia tidak menangis.
            “ Sabar!”
Hanya kata itulah yang keluar dari mulut Morgan.
Esoknya…
            Citra duduk di bangkunya dalam keadaan agak lelah. Dia melihat Bianca, Veronnie, Missy dan Cheela berbisik-bisik lalu cekikikan.
            “ Hei, Citra!” Sapa Cheela sambil memegang rambut Citra.
            “ Hai!” Balas Citra datar.
Citra lalu memfokuskan tatapannya ke depan, nggak peduli apapun.
            “ Hei, Cit, gue pengen lihat rambut lo terurai!” Kata Bianca.
Bianca lalu menarik ikat rambut Citra sehingga rambut Citra terurai. Citra melihat bayangan bundanya yang bersimbah darah dihadapannya. Bayangan bundanya yang kecelakaan. Air matanya perlahan menetes.
            “ Eh!” Ujar Veronnie kaget.
            Citra lalu berdiri dari bangkunya kemudian berlari sambil menangis, Bianca menatap Citra dengan bingung.
            Citra bahkan tidak menyadari kalau kakaknya ada di depan kelasnya bersama Bisma, Reza, dan Rangga.
            Morgan yang melihat adiknya menangis dengan rambut terurai itu menatap Bianca yang memegang ikat rambut Citra.
“ Hei, Bianca Agatha! Adik gue punya salah apa sih sama lo? Lo nggak tau ya?! Dan kelihatannya lo emang nggak pengen tau! Citra kalau rambutnya di urai bisa ngingetin dia saat bundanya meninggal! Gue kecewa sama lo! Lo jangan menyesal nanti!” Morgan mengultimatum Bianca lalu pergi mengejar Citra.
            “ Ca, lo harus tau, gue itu sepupu tirinya Citra. Satu-satunya anggota keluarga tiri yang berhubungan baik dengan Citra dan Kak Morgan, lo itu nggak pengen tau dan terjadilah salah paham!” Kata Bisma.
            Dia juga lalu berlari mengejar Citra diikuti Reza dan Rangga.

*****

            Citra sampai di taman sekolah. Nafasnya ngos-ngosan dan air matanya terus mengalir. Dia terus melihat bayangan bundanya yang bersimbah darah. Dia lalu memegang dadanya.
            “ Citra, lo nggak apa-apa?” Tanya Morgan panik.
            “ Sakit...” Erang Citra pelan.
            “ Duh, ayo kita pergi!” Ujar Morgan.
Bisma, Reza, dan Rangga lalu menghampiri CiMo.
            “ Cit, ayo pergi!” Kata Bisma.
            “ Sakit… kak. Sakit…”
Citra lalu pingsan.
Pulang sekolah…
            Bianca juga Veronnie and the gank sedang shopping di CiToS. Mereka ber-4 terlihat bahagia. Mereka lalu makan di Pizza Hut. Ketika mereka sedang makan, HP Bianca berbunyi, ada telfon dari Rangga. Bianca mengangkatnya. Rangga mengatakan sesuatu yang membuat Bianca kaget. Bianca lalu keluar dari CiToS. Dia lalu mengambil taksi dan segera ke rumah sakit. Ketika sampai, dia lalu membayar taksi dan segera berlari memasuki rumah sakit. Pikirannya campur aduk. Akhirnya, terlihat sebuah ruangan bernomor 101, ketika baru saja Bianca membuka pintunya, pendeteksi detak jantung yang tadinya zig-zag berubah menjadi garis datar.
            “ Lo jangan nyesal!” Kata Morgan sambil nangis.
Bianca melangkah pelan mendekati tempat tidur.
            “ Citra, lo bohong ‘kan? Elo bohong ‘kan?! Bangun Citra! Bangun!” Tangis Bianca sambil mengguncang-guncang tubuh lemah tak berdaya di atas tempat tidur.
            “ Citra menderita kanker hati sejak kecil. Dia memang bisa diselamatkan dengan cangkok hati, tapi dia nggak mau. Dia lebih memilih mati daripada orang lain mati untuknya!” Ujar Bisma sambil menghapus air matanya.
            Bianca menangis histeris. Dia tidak menyangka akan kehilangan sahabatnya untuk ke-2 kalinya karena keegoisannya sendiri. Esoknya, semua teman-teman Citra datang ke pemakaman Citra. Tak ada satupun yang tidak menangis. Bianca menatap nisan Citra yang terpahat dengan indahnya dan sedikit berlumut, Bianca semakin histeris. Itu berarti Citra telah menyiapkan diri untuk pergi suatu saat.
            “ Dicky, Citra, maafin sikap gue yang egois ke kalian. Mulai sekarang, pandanglah sosok gue yang terus melangkah ke depan :')!” Kata Bianca sambil menghapus air matanya.

1 komentar:

  1. Sedih banget kak cerita nya nangis dech aku hiks...hiks...hiks.Ckckckckck <--- lebay
    Bagus kak cerita nya :) buat cerita yg bru trs yh :)

    BalasHapus